Beli Ratus Vagina

KETIK PESAN ANDA

KETIK PESAN ANDA

JIKA PESAN ANDA INGIN DIBALAS DENGAN CEPAT, maka:

- Tinggalkan Pesan anda, sertakan No telepon anda.( kami akan membalas SMS anda)

- atau anda bisa request via : Whatsapp/ SKype/ Line / Viber







NO Handphone : +6285743305042

Ratus (vagina) yang Heboh!


Ratus  (vagina) yang Heboh!
Saya belum pernah gurah.
Tapi saya pernah Ratus

Jadi, semalam setelah saya selesai mengajar di Studio Dagingtumbuh, kami menyempatkan diri berbincang dan ngobrol-ngobrol tentang apapun, hingga obrolan beralih ke gurah atau ratus.

Mas Kotot bercerita tentang pengalamannya saat gurah.
Katanya, pertama-tama ia disuruh mendongak, seperti saat kita duduk bersandar di kursi tapi kepala melihat ke atas, lalu si tabib gurah akan memasukkan cairan ke dalam kedua lubang hidung, lalu dengan posisi kepala masih mendongak, ia harus diam beberapa saat, pelan-pelan hidung dan tenggorokan akan terasa panas, semakin panas, dan panas sekali, setelah itu ia disuruh menunduk, melihat ke bawah, lalu dengan dibantu si tabib yang memijat punggung, dengan sendirinya seluruh lendir akan keluar, ya, benar-benar keluar dari hidung dan mulut, menetes tes!

Wah! Agak menyeramkan ya, kata saya.

Lalu gantian saya yang bercerita saat saya Ratus  (vagina).
Saya waktu itu iseng saja, pengen merasakan bagaimana to Ratus  itu, jadilah saya masuk ke salon khusus muslimah yang laki-laki dilarang masuk, ha-ha-ha-ha! Maklum, saya milih yang agak murah.

Sebagai seseorang yang tak pernah ke salon kecantikan (percaya tidak, saya belum pernah creambath, belum pernah facial, belum pernah melakukan apapun yang berhubungan dengan salon kecuali potong rambut, itu pun di salon kampung bernama Youkenez seharga limaribu per potong rambut!), oke, saya ulangi lagi ya:
Sebagai seseorang yang tak pernah ke salon kecantikan, saya agak bingung dan kaku, pertama-tama masuk salon, saya harus ngapain ya? Apalagi saya masuk salon muslimah, jadi hal pertama yang saya lakukan adalah mengucapkan: assalamu'alaikuuum!
Ha-ha-ha-ha!
Mungkin baru saya saja yang masuk salon bilang assalamu'alaikum!

Saya lalu dengan polos bilang ke Mbak-nya:
Mbak, saya mau spavagina.
Mbak-nya melotot seperti tersedak bakso: Apa?
Saya ulangi lagi, agak keras dan pelan:
Saya-mau-spa-vagina.
Mbak-nya mengusap dadanya lalu berkata: Ooooh, ratuuuuus...
Saya mengangguk-angguk dengan cepat.
Beberapa pelanggan salon melirik ke arah kami sambil senyum-senyum aneh.

Mari Mbak, ikuti saya ya.
Saya mengangguk sambil mengikuti langkah-langkah Mbak-nya. Saya melewati deretan kaca-kaca besar untuk potong rambut, helm besar seperti astronot yang tembus pandang, lalu masuk ke sebuah bilik yang ternyata di dalamnya ada bak mandi berukuran besar berwarna pink yang cukup untuk menampung saya dan dua adik saya. Saya melirik ke sekitar. Ada dua kursi plastik dengan satu meja dengan setumpuk majalah di atasnya.

Tunggu sebentar ya Mbak, saya siapkan dulu, kata Mbak-nya.
Saya bingung saya mau apa.
Saya tanya saja, Mbak, saya ngapain?
Apa saya harus telanjang dulu?

Sekali lagi, saya melihat mata Mbak-nya melotot. Kali ini lebih bulat.
Eh eh, nggak usah Mbak, katanya panik, kan yang mau di-itu itu-nya aja Mbak.
Oke oke, saya mengangguk dan saya bingung.
Terus saya harus ngapain, Mbak?
Mbak-nya langsung aja lepas CD-nya di toilet sebelah sana.
Ah, untung saya tahu CD itu apa. Okelah, pikir saya.

Saya lalu melepas CD saya, pipis sebentar, dan saya masukkan CD saya ke dalam saku celana panjang saya. Ketika saya keluar dari toilet, Mbak-nya sudah ada di luar membawa anglo kecil berasap.

Lho, Mbak, kok masih dipakai celananya? sapanya.
Sudah saya lipat kok Mbak, lha ini, kata saya sambil menunjukkan CD saya yang berwarna pink bulat-bulat.
Lho? bukan CD Mbak, celana panjang Mbak.
Oh, lha terus gimana Mbak?
Ya udah, Mbak pakai ini saja, katanya sambil memberikan saya selembar kain batik. Oke, saya langsung ke toilet lagi melepas celana panjang saya dan keluar dengan kain batik melilit tubuh saya.


Sudah Mbak. Saya siap, kata saya penuh percaya diri.
Mbak-nya menatap saya dengan tatapan yang sulit diterjemahkan.
*saya baru tahu sekarang, seharusnya saya melilit kain batik itu di PINGGANG saya, bukan di SELURUH tubuh saya!*


Silakan duduk di dalam sini Mbak.
Ia menunjuk ke arah kurungan ayam putih seperti iglo.
Saya perlahan tapi ragu. Saya masuk ke dalam iglo itu. Agak mleyot-mleyot.
Di dalamnya ada bangku kecil dan pendek sekali yang berlubang di tengahnya. Di lubangnya asap terlihat mengepul. Baunya agak aneh. Seperti dupa dan kembang telon. Tapi saya diam saja.

Ayo Mbak, duduk saja.
Saya menurut. Lalu dengan cekatan Mbak-nya menutup iglo itu. Oh, ternyata ada restletingnya, pikir saya.
Saya lalu ditinggal begitu saja. Wah, saya terus ngapain ya.
Waduh!
Saya mencoba meraih majalah tapi jarak iglo saya dengan meja agak jauh. Padahal posisi saya sekarang hanya kepala saya saja yang nongol dari iglo.
Waduh, saya harus gimana ya?
Repot ini. Panas sudah mulai menguar.
Saya sudah mulai keringatan dan 'itu' saya juga sudah panas.
Wah, apa ini?
Ada sesuatu yang aneh, sensasi yang aneh yang saya rasakan dari bawah.
Ada sesuatu yang menetes pelan, tapi sedikit, tes-tes-tes.

Wah, apa ini?
Saya melongok ke bawah. Hendak meneliti apa yang terjadi dengan lubang di bangku dan anglonya.
Otomatis mata saya pedih terkena asap. Wadoh. Sampai kapan nih?
Ya sudah saya nikmati saja deh!

Hingga sekitar 30 menit, saya diam dan rileks, tiba-tiba Mbak-nya datang dan berdiri tepat di depan kepala saya, sudah Mbak.
Saya terkaget-kaget (karena saya merem), lalu Mbak-nya membuka retsleting dan menuntun saya keluar. Waow.
Saya lalu keluar dan pergi ke toilet.
Tia-tiba saya ingin kencing.
Waow. Ajaib rasanya!

Ketika akan membayar, saya bertanya:
Mbak, kok pipis saya bau dupa ya?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar